Senin, 07 Juli 2008


Kontes Ratu Kecantikan

Cantik saja tidak cukup

Berbagai kontes kecantikan marak diselenggarakan, ribuan remaja wanitapun berbondong-bondong mengikuti kontes kecantikan tersebut, bahkan mereka rela berkorban banyak hanya untuk tampil sempurna agar dapat dinobatkan menjadi wanita tercantik. Karena saat ini menjadi cantik bukan sekedar kebanggaan, tapi juga peluang untuk menjadi terkenal, dan dapat dipastikan setelah memenangi kontes kecantikan, berbagai peluang kegiatan-kegiatan komersil menanti.

The Show must go on

Walaupun kontes seperti ini telah berjalan puluhan tahun, seperti kontes Miss Universe yang telah berjalan sejak tahun 1952 dengan Armi Kuusela dari Finlandia sebagai Ratu Kecantikan Pertama Sejagat, bukan berarti kontes tersebut sepi tanpa kritik dan tantangan. Hanya saja suara-suara yang menyatakan ketidaksukaan dan ketidaksetujuan itu nyaris tidak terdengar. Sebabnya, media massa lebih besar-besaran memberitakan kontes ini. Baik untuk tingkat lokal atau internasional.

Alasan utama pihak yang memprotesnya adalah karena aktivitas ini hanya menilai standar fisik dan sensualitas. Jelas ini terang-terangan mengarah pada fetisme, pemberhalaan penampilan. Ada sindiran sinis kalau kegiatan kontes kecantikan itu hanya diikuti oleh mereka yang kurang intelek. Belum lagi tudingan kalau kontes kecantikan itu juga melibatkan ukuran-ukuran fisik lain yang terbilang tidak pantas dikonteskan. Apalagi pada sesi-sesi tertentu para peserta itu juga harus mengenakan busana minim, seperti pakaian renang. Meski ini sempat dibantah Alya Rohali, pemenang Putri Indonesia tahun 1996 yang sempat ikut kontes Miss Universe di California, USA, pada tahun yang sama. Namun pemerintah Indonesia tak bergeming, tetap melarang wanita Indonesia ikut dalam kontes kecantikan internasional. Belakangan kebijakan ini berubah. Kepada Ketua Panitia Pemilihan Putri Indonesia, Mooryati Soedibyo, Presiden Megawati membolehkan perempuan Indonesia ikut dalam kontes Miss Universe.

Untuk menangkis tudingan tidak intelek, panitia penyelenggara merasa perlu mengubah imej. Dari sekedar beauty, ditambahkan brain and behaviour. Lengkapnya B-3, Beauty, Brain & Behaviour. Maka sesi yang menguji kecerdasan para perempuan cantik itupun ditambahkan. Harapannya, akan didapatkan wanita-wanita yang intelek, “Bahwa pemilihan ini adalah kompetisi prestasi, bukan sekadar pameran senyum, kerlingan mata, dan pameran tubuh belaka,” sambutan Wakil Ketua Umum Yayasan Puteri Indonesia Puti Kuswisnuwardhani pada acara Pemilihan Putri Indonesia Ke-7 lalu, di TMII.

Di Indonesia, Kontes Kecantikan dinilai memberikan dampak positif, seperti dapat dijadikan sarana untuk mempromosikan budaya Indonesia ke Internasional, dan Kontes kecantikan tersebut juga dapat meningkatkan kualitas wanita Indonesia, seperti banyak diantara alumni Miss Indonesia atau Putri Indonesia yang kemudian menjadi duta bangsa, seperti Artika Sari Devi, Putri Indoensia 2005, telah dipilih menjadi duta hukum Indonesia, dan Angelina Sondakh, Putri Indonesia 2001, yang turut melestarikan orang utan dan sekarang ini ia aktif dalam dunia politik.

Sedangkan untuk pemilihan Miss Indonesia 2008 terpilihlah Sandra Angelina, dengan demikian dara cantik yang berasal dari Jawa Timur ini menjadi Miss Indonesia yang ke-4, dalam pemilihan kali ini, Pendiri Miss Indonesia, Liliana Tanoesodibjo menilai bahwa Sandra telah memenuhi empat Kriteria penilaian ajang ini, yaitu Beautiful, Smart, Healthy, dan Eastern Value.

Apa yang lebih penting dari sekedar cantik?

setiap wanita itu cantik, dan masing-masing wanita memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh wanita lain. Setiap wanita memiliki kecantikan yang berasal dari hati dan jiwa dan bersifat permanen. Kecantikan seperti itu sering disebut dengan inner beauty atau keluhuran budi pekerti. Leonardo da Vinci menyebutkan, “Beauty adorns virtue" Kecantikan memuja kebaikan. Artinya siapapun memiliki kecantikan yang luar biasa apabila bersedia mempercantik hati atau jiwanya.

Angelina Patricia Pingkan Sondakh, Putri Indonesia 2001, mencurahkan isi hatinya melalui buku yang ia tulis sendiri "Kecantikan Bukan Modal Utama Saya". Dalam buku yang berupa diary itu ia menulis sejumlah evaluasi umum atas kinerjanya selama setahun menjalani peran Putri Indonesia. Ia juga menulis di awal bukunya dengan sikap kritis: Saya sangat bersyukur pernah menyandang gelar Puteri Indonesia dan saya menjalankan semua tugas saya selama ini dengan senang hati. Meskipun ada yang “disayangkan”, saya lebih banyak tampil untuk demo kecantikan dan berbicara tak jauh dari topik kecantikan. Saya sama sekali tidak keberatan, asalkan diimbangi dengan kegiatan yang menonjolkan kriteria yang lain, yaitu kecerdasan intelektual.

Pada kesempatan lain ia mengeluh (catatan 13 Desember 2001): Dan memang tidak bisa dipungkiri selama masih di dunia entertainment, physical appearance will be top of the list (penampilan fisik mesti jadi nomor satu). Kadang hal itu memberatkan. Harus memikirkan masalah berat badan, jerawat, kehalusan kulit dan semua yang berhubungan dengan penampilan. "lewat tulisan itu, saya ingin mendidik calon peserta Puteri Indonesia dan kebanyakan remaja putri, bagaimana memahami makna kecantikan. Dan, bagaimana nilai diri tidak semata ditentukan oleh kecantikan, tidak jadi hamba terhadap usaha menjadi cantik"tutur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar